Senin, 22 April 2013

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Kewarganegaraan

Kementerian Dalam Negeri bertanggungjawab dalam menentukan dan memastikan taraf kewarganegaraan dianugerahkan kepada mereka yang benar-benar layak dan berhak menerima taraf tersebut agar mereka yang menerima taraf kewarganegaraan Malaysia tidak menjejaskan keselamatan, keharmonian, perpaduan dan ketenteraman awam serta negara.
"Taraf Kewarganegaraan Malaysia adalah merupakan satu anugerah tertinggi yang diberikan oleh Kerajaan Persekutuan kepada orang asing."

Cara Memohon Kewarganegaraan

Semua permohonan taraf kewarganegaraan hendaklah dikemukakan di Jabatan Pendaftaran Negara (JPN). Hanya mereka yang memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh Perlembagaan Persekutuan (Bahagian III) yang dibenarkan memohon.Borang permohonan boleh diperolehi dan diserahkan di mana-mana Jabatan Pendaftaran Negara.
Bagi permohonan di bawah Perkara 16 dan 19, pemohon disyaratkan menduduki ujian Bahasa yang dikendalikan oleh Jabatan Pendaftaran Negara. Asas-asas pertimbangan bagi permohonan kewarganegaraan :
·         Berkelakuan baik dan tiada rekod jenayah.
·         Menetap dalam tempoh yang lama.
·         Mempunyai komitmen yang tinggi dan telah berakar umbi di negara ini.
·         Memahami bahasa, budaya dan memenuhi kehendak Negara.
·         Menyumbang kepada masyarakat dan Negara.
·         Taat dan setia kepada Negara.

Sebab-Sebab Permohonan Warganegara Mengambil Masa
·         
            Setiap permohonan akan dikaji dengan teliti.
·         Setiap permohonan akan menjalani proses Tapisan Keselamatan oleh pihak PDRM (Polis Diraja Malaysia).
·         Untuk memastikan setiap permohonan adalah tulen.

Kehilangan Taraf Kewarganegaraan

Setiap warganegara Malaysia boleh kehilangan taraf kewarganegaraan disebabkan oleh dua keadaan seperti yang diperuntukkan oleh Perlembagaan iaitu melalui cara Tolakan (Perkara 23 Perlembagaan Persekutuan) dan Perlucutan Taraf Kewarganegaraan (Perkara 24 Perlembagaan Persekutuan).
 Proses Memperoleh Semula Taraf Kewarganegaraan Bagi Mereka Yang Telah Dilucut Atau Menolak Kewarganegaraan Malaysia

Bagi mereka yang telah dilucutkan atau menolak kewarganegaraan Malaysia perlu mendapatkan kelulusan Kerajaan Persekutuan (Perkara 18(2) Perlembagaan Persekutuan) sebelum boleh didaftarkan semula sebagai warganegara. Borang permohonan boleh didapati di Kementerian Dalam Negeri.
Pemohon mestilah terlebih dahulu memegang Permit Masuk dan taraf Pemastautin Tetap (PR) untuk layak memohon. Bagi mereka yang telah dilucutkan atau menolak kewarganegaraan Malaysia yang masih belum memegang taraf Pemastautin Tetap (PR) bolehlah mengemukakan permohonan taraf Pemastautin Tetap (PR) di Jabatan Imigresen Malaysia melalui permohonan Permit Masuk.



Krisis Identitas Kewarganegaraan dan Integrasi yang Semu
  1. Ditengah krisis identitas kewarganegaraan, ternyata secara tidak langsung telah terjadi proses integrasi kehidupan ke arah yang lebih besar. Dimana hal tersebut mungkin saja mempengaruhi terjadinya krisis identitas kewarganegaraan.
  1. Kekecewaan terhadap pola kepemimpinan, manajemen dalam membawa negara dan sebagainya., merupakan aspek pengaruh yang besar untuk mendorong seseorang memilih sesuatu yang dirasakan langsung bersentuhan dengan kebutuhannya atau setidaknya dapat memberikan dirinya jaminan yang secara kontekstual benar-benar terjadi. Selain itu, kekecewaaan ini kemudian dipandang sebagai awal dari dorongan seseorang atau sekelompok orang melembagakan dirinya (integrasi) dalam kesatuan yang lebih besar bertujuan untuk berusaha mencegah jangan terjadi lagi kegagalan yang sama seperti dialaminya pada negara masing-masing. Secara umum disini, setiap individu atau kelompok tertentu tidak menginginkan hal terjelek yang terjadi di negaranya berlaku pada negara lain. Dimana sikap yang ditonjolkan adalah “lebih baik saya yang hancur dan kehancuran yang saya alami adalah pelajaran bagi orang lain sehingga setidaknya saya dapat memberikan pelajaran tersebut bagi yang lain dan yang lain itu bisa lebih baik dari saya sendiri”.


Baru-baru ini saya berdiskusi dengan beberapa orang di sekitar tempat tinggal. Diskusi kami dimulai dari sikap atau penilaian seputar Pemilihan Presiden Indonesia, tahun akan datang, tahun 2014. Saya terkejut juga merasa itu masuk akal dan wajar serta sangat beralasan apabila 40 orang menilai bahwa “mereka lebih baik memilih Ketua RT atau Ketua RW, sebab pemimpin itu bersentuhan langsung dengan mereka dan bisa memenuhi kebutuhan mereka”

Sikap ini mengandung makna yang dalam, pertama hal tersebut menggambarkan adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan dan kedua hal ini tentu saja menggambarkan krisis identitas kewarganegaraan. Hal serupa juga ternyata terjadi pada berbagai diskusi group di salah satu jejaring sosial., tetapi berbeda konteks! Ketika benar kita mengalami krisis identitas kewarganegaraan sebagai bangsa Indonesia yang satu dan utuh, sisi lain tanpa disadari kita lebih merasakan sebagai bangsa yang terikat dan terintegrasi dengan bangsa-bangsa lain misalnya menyangkut prahara di Gaza, Palestina! Saya dan sekian banyak orang, memilih untuk setuju pada gerakan Save Palestina dan Save for Peace Palestina - Israel. Ini satu langkah yang besar untuk menjadi bangsa yang utuh! Disamping itu saya memahami bahwa ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan luar biasa untuk memandang masyarakat juga menyangkut perubahan-perubahan yang bersifat kontekstual :

Meski demikian benar terjadi, tetapi sayangnya dalam praktik masih diragukan. Mengapa? Sebagai contoh, ketika Rhoma Irama memiliki hasrat untuk menjadi Presiden Indonesia tahun 2014, hasrat tersebut dijadikan bahan lelucon konsumsi publik. Contoh lainnya., ditengah pembentukan totalitas kehidupan yang terintegrasi secara utuh sebagai masyarakat global., muncul bersamaan aksi-aksi yang dianggap bagian dari penyimpangan dan kekeliruan terhadap totalitas itu sendiri seperti menghancurkan atau merusak “simbol-simbol” yang dinilai identik dengan otoritas kekuataan tertentu. Seharusnya itu tidak perlu dilakukan sebab kita sendiri yang memutuskan untuk hidup senasib dan sebangsa! Apakah hal ini dilakukan karena dorongan rasional atau dorongan emosional?
Saya sendiri masih perlu mengamati!




MASALAH KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA


     
    Dalam postingan minggu ini akan membahas sebuah masalah kependudukan di negara tercinta ini, Indonesia.  Sebelum masuk ke dalam sebuah masalah, alangkah baiknya kita mengenal dan mengerti apa definisi dari sebuah penduduk itu. Berdasarkan Link kompasiana, yang di maksud dengan Penduduk adalah orang atau sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat. Adapun yang dimaksud penduduk Indonesia adalah orang-orang yang menetap di Indonesia. Berdasarkan publikasi dari Badan  Pusat Statistik (BPS), basil census pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 202,9 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang demikian banyaknya, Indonesia menduduki urutan  keempat sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Penduduk Indonesia terdiri atas beherapa suku hangsa, kebudayaan, dan memiliki berhagai bahasa daerah. Keragaman yang ada di Indonesia tidak membuat hangsa Indonesia terpecah belah. Keragaman ini dijadikan dasar untuk membina persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan, persatuan keragaman ini dijadikan semboyan dan dicantumkan dalam lambang negara Garuda Pancasila. Semboyan tersebut berbunyi “Bhinneka Tunggal lka” yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi satu jua. dan hutan musim. Flora Indonesia bagian timur banyak memiliki persamaan dengan wilayah Australia sehingga sering dinamakan torn Australis. Sebagian besar flora Indonesia bagian timur terdapat di Papua. jenis vegetasinya terdiri atas hutan hujan tropis, hutan mangrove (bakau), dan hutan pegunungan.


    Begitu banyaknya masalah yang ada di negara kita maka dari itu di sini akan mengangkat sebuah topik permasalahan Kewarganegaraan Indonesia,di mana anak yang orangtua beda negara harus memilih negara yang di kehendaki yang sesuai dengan UU yang berlaku. Lebih jelasnya, penduduk Indonesia atau seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional. (oleh wikipedia Indonesia).
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah ( dari uu kewarganegaraan 2006.html)



1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.



Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi:
1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan
belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.



Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk
dalam situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
Indonesia



Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima
tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.



Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.



Hak dan kewajiban dalam UUD 1945
Hak dan kewajiban warganegara dalam Bab X psl 26, 27, 28, & 30 tentang
warga Negara :



Pasal 26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga Negara pada ayat 2, syarat ±syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.



Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya
didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan



Pasal 28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-
undang.




Pasal 30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur
dengan UU.



 Asas Ius Soli dan Ius Sangunis



Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip µius soli atau prinsip µius sanguinis. (oleh Jimly Asshiddiqie)
a



kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia menjadi warga negara A, walaupun orang tuanya adalah warga negara B. asas ini dianut oleh negara Inggris, Mesir, Amerika dll



b. Ius Sanguinis (Menurut Keturunan/Pertalian Darah) yaitu; Penentuan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan dari negara mana seseorang berasal Seseorang yg dilahirkan di negara A, tetapi orang tuanya warga negara B, maka orang tersebut menjadi warga negara B. asas ini dianut oleh negara RRC



Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropa termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.



Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan.



Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
5



Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip µius sanguinis yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya.



Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya.



Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.



Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip µius soli¶ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.
Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses



pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.



Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi.Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja.



Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip µius soli¶, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi µius soli, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.



Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh
melalui tiga cara, yaitu:
(i) kewarganegaraan karena kelahiran atau µcitizenship by birth
(ii)kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau µcitizenship by naturalization
(iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau µcitizenship by registration





Diaspora Dan Kewarganegaraan Indonesia


Jumlah warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di luar negeri saat ini meningkat jumlahnya.Ada beberapa alasan mereka untuk tinggal di negeri asing, misalnya saja untuk belajar, bekerja, atau alasan lainnya. Mereka yang belajar keluar negeri pada umumnya akan kembali ke Indonesia begitu selesai proses pendidikannya. Tulisan ini ditujukan untuk membahas mereka yang tinggal atau bekerja di luar negeri dalam jangka waktu lama namun tetap ingin mempertahankan kewarganegaraannya.
Pernikahan adalah salah satu alasan sebagian kalangan untuk berpindah negara. Saat ini banyak warga negara Indonesia yang berpindah tinggal karena menikah dengan warga negara asing, dan juga sebaliknya. Sebagian dari mereka lalu memutuskan untuk mengganti status kewarganegaraannya dari Indonesia ke warga negara lain, atau juga sebaliknya melalui proses naturalisasi. Jumlah pernikahan campuran yang melibatkan warga Indonesia ini semakin meningkat jumlahnya. Mereka yang memutuskan untuk tinggal di luar negeri menjadi bagian dari diaspora masyarakat Indonesia di mancanegara.
Alasan lain perpindahan antar negara ini adalah alasan ekonomi. Pekerja Indonesia banyak bekerjadi berbagai negara untuk mengisi kesempatan pasar tenaga kerja di luar negeri. Mereka yang tidak terlalu mempunyai keterampilan khusus mengisi pasar kerja domestik (baca: pembantu rumahtangga) di keluarga-keluarga negara kawasan Timur Tengah, Malaysia, atau Singapura. Mereka ini lebih kerap disebut sebagai TKI atau TKW, sebutan yang agak bernada merendahkan kontribusi individual mereka.
Karena rendahnya tingkat kemampuan kompetitif yang ditawarkan oleh para pekerja kelompok ini, seringkali mereka mendapat perlakuan yang tidak pada tempatnya. Sudah berulang kali kita mendengar kisah pilu saudara-saudara kita di tanah rantau yang mendapat perlakukan semena-mena dari pemberi kerjanya, mendapat perlakuan kasar, dilecehkan baik secara fisik maupun mental. Pemerintah kitapun sering dituduh tidak mampu memberi perlindungan dan bantuan yang memadai bagi mereka.
Di lain pihak, belakangan ini juga makin banyak kita temui pekerja Indonesia yang bekerja dengan mengandalkan pendidikan dan keterampilan khusus yang mereka miliki. Banyak kita bisa temui pekerja Indonesia yang bekerja di sektor minyak dan gas di luar negeri, dari kawasan Timur Tengah,Asia Tenggara, sampai kawasan Eropa juga. Di bidang telekomunikasi banyak kita temui para insinyur Indonesia bekerja di berbagai perusahaan internasional mancanegara, demikian pula di bidang perhotelan, perbankan, dan konstruksi. Jumlah pekerja kesehatan Indonesia (umumnya perawat) yang bekerja di luar negeri juga mulai meningkat. Di bidang akademik, mulai banyak ditemui pengajar dan peneliti Indonesia yang bekerja di institusi-institusi pendidikan dan riset di Amerika, Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda, dan Inggris. Di Inggris    misalnya warga Indonesia yang bekerja di Universitas-universitas negara ratu Elizabeth ini sudah puluhan jumlahnya, baik sebagai peneliti, post-doctoral researcher, atau pengajar. Beberapa sudah mempunyai reputasi mendunia yangmengharumkan nama dan reputasi bangsa Indonesia di mata internasional.
Sebagaimana perpindahan manusia dengan alasan lain, migrasi ini ada yang bersifat tetap adajuga yang bersifat sementara. Kebanyakan kaum migran dari Indonesia sangat lekat kecintaannya pada keluarga dan tanah kelahiran mereka, sehingga banyak yang tetap bertekad untuk kembali ke Indonesia suatu saat nanti. Biar bagaimanapun juga, Indonesia adalah tanah tumpah darah, tempat dimana kita dilahirkan.
Sayangnya Undang-Undang Indonesia yang umumnya merupakan warisan dari sistem hukum Belanda sampai saat ini tidak membolehkan warganya untuk memperoleh status kewarganegaraan ganda. Jika seseorang ingin mendapat status kewarganegaraan negara lain, maka ia harus meninggalkan status WNI-nya. Memang ada aturan yang membolehkan status kewarganegaraan ganda ini namun itu hanya berlaku bagi anak dari pasangan pernikahan campuran antar WNI dan WNA. Saat anak mencapai usia dewasa (18 tahun) maka sang anak harus memutuskan status kewarganegaraanya sendiri.
Beberapa negara membolehkan warganya menganut kewarganegaraan ganda. Inggris misalnya membolehkan warganya mempunyai kewarganegaraan lainnya. Jadi bisa kita lihat warga Inggris juga mempunyai status kewarganegaraan Australia, Canada, Amerika, dan negara-negara lain.
Lalu apa yang menjadi halangan untuk membolehkan warga Indonesia mendapat status kewarganegaraan ganda? Jika faktor penarik untuk mendapat status kewarganegaan asing cukup besar, godaannya adalah bagi mereka untuk melepaskan status WNI-nya sama sekali. Ini akan merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia karena kebanyakan mereka yang mempunyai hak untuk mendapatkan status kewarganegaraan asing adalah high skilled workers yang keahlian, jaringan, pengalaman, dan juga kontribusi ekonomi bagi keluarga dan sahabat di Indonesia cukup bernilai besar. Jika mereka diberi kesempatan untuk tetap memiliki kewarganegaraan Indonesia, sedikit banyak kontribusinya pada Indonesia masih tetap bisa terjaga.
Beberapa negara (Swiss dan Australia) malah menganjurkan warga negaranya untuk dapat mempunyai status kewarganegaraan negara lain, dengan pertimbangan bahwa hal ini dapat meningkatkan peluang warganegaranya untuk berkompetisi secara internasional dan global, namun tetap mempunyai hubungan formal dengan negara asalnya.
Memang ada kekhawatiran bahwa dengan mempunyai status kewarganegaraan ganda bisa membuat seseorang mempunyai loyalitas ganda juga. Jika hal ini sampai terbukti terjadi, sebenarnya mudah saja mengatasinya dengan cara menarik salah satu status kewarganegaraannya.
Di luar itu, dari pengalaman dan pergaulan selama ini diantara warga Indonesia yang tinggal di luarnegeri, kebanyakan dari mereka masih mempunyai concern, nasionalisme dan loyalitas yang sangat tinggi pada Indonesia, bahkan bila dibandingkan dengan saat mereka masih tinggal di Indonesia.Lihat saja misalnya banyaknya organisasi yang dibentuk oleh warga Indonesia di luar negeri, seperti ormas sosial, keagamaan, perwakilan partai politik, dll. Disamping itu bermunculan pula organisasi kemanusiaan yang dibentuk oleh warga Indonesia di luar negeri untuk menyalurkan sumbangan, dan bentuk kepedulian lain pada aspek kemanusiaan di Indonesia. Semuanya menampilkan besarnya perhatian dan empati warga Indonesia yang tinggal di luar negeri pada apa yang terjadi di Indonesia.
Dengan memformalkan bentuk kewarganegaraan ganda, Indonesia bisa tetap mempertahankan aset warganya di luar negeri yang secara individu ataupun berkelompok juga mencoba mengharumkan nama bangsa di luar negeri.

  


Kewarganeraan Republik Indonesia

Dasar

Undang-undang no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, diundangkan tanggal 1 Agustus 2006 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63.

Siapakah Warga Negara Indonesia?
Warga Negara Indonesia (selanjutnya disingkat WNI) adalah:
setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-undang no. 12 tahun 2006 berlaku, telah menjadi Warga Negara Indonesia;
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI;
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu Warga Negara Asing ( selanjutnya disingkat WNA )
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya itu seorang WNI;
anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNI;
anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin;
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
anak yang baru lahir yang ditemukan diwilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.


Selain itu, tetap diakui pula sebagai Warga Negara Indonesia bagi:
anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing;
anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan.

Kewarganegaraan juga diperoleh bagi anak sebagai berikut:
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia;
Anak WNA yang belum berusia 5 tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia.

Disamping status kewarganegaraan diperoleh melalui cara di atas, dimungkinkan pula perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. WNA yang kawin secara sah dengan WNI dan telah tinggal diwilayah negara Republik Indonesia sedikitnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, juga dapat memperoleh Kewarganegaraan Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warganegara dihadapan Pejabat yang berwenang. Perolehan kewarganegaraan melalui kedua proses ini tidak boleh mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.


Dwikewarganegaraan terbatas
Khusus bagi anak sebagaimana kriteria diatas, dalam hal status Kewarganegaraan Indonesia bagi anak tersebut berakibat anak berkewarganegaraan ganda, maka setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Pernyataan ini harus disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin (Pasal 60 Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007). Apabila anak tersebut tidak mengajukan pernyataan memilih kewarganegaraan Indonesia, termasuk akibat lali, maka kewarganegaraan Indonesia-nya menjadi gugur sejak ia berusia 21 tahun atau 3 tahun sejak menikah. Ia diwajibkan untuk mengembalikan kepada Pemerintah RI segala keputusan, dokumen atau surat lain yang membuktikan identitas anak sebagai WNI dalam waktu 14 hari sejak ia kehilangan kewarganegaraan Indonesia tersebut. (lihat Ps. 65 PP no. 2/2007)

Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia

WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luarnegeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
masuk kedalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;(tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan dinegara lain yang mengharuskan wajib militer);
secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI;
secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang besifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
mempunyai paspor atau surat bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negaralain atas namanya; atau
bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Kehilangan kewarganegaraan Indonesia dapat terjadi pula akibat perkawinan dikarenakan bekerjanya hukum kewarganegaraan negara pasangannya tersebut. Bagi mereka ini, jika ingin tetap berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan tertulis kepada Pejabat atau Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan ganda.

Dapatkah kembali berkewarganegaraan RI

Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan RI dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui proses pewarganegaraan. Khusus bagi mereka yang kehilangan kewarganegaraan RI akibat perkawinan atau karena tinggal lebih dari 5 tahun secara terus menerus di luar negeri, dapat memperoleh status WNI melalui proses memperoleh kembali kewarganegaraan tersendiri