Kewarganegaraan
Kementerian Dalam Negeri bertanggungjawab dalam menentukan dan
memastikan taraf kewarganegaraan dianugerahkan kepada mereka yang benar-benar
layak dan berhak menerima taraf tersebut agar mereka yang menerima taraf
kewarganegaraan Malaysia tidak menjejaskan keselamatan, keharmonian, perpaduan
dan ketenteraman awam serta negara.
"Taraf Kewarganegaraan Malaysia adalah
merupakan satu anugerah tertinggi yang diberikan oleh Kerajaan Persekutuan
kepada orang asing."
Cara Memohon Kewarganegaraan
Semua permohonan taraf kewarganegaraan hendaklah dikemukakan di
Jabatan Pendaftaran Negara (JPN). Hanya mereka yang memenuhi syarat seperti
yang ditetapkan oleh Perlembagaan Persekutuan (Bahagian III) yang dibenarkan
memohon.Borang permohonan boleh diperolehi dan diserahkan di mana-mana Jabatan
Pendaftaran Negara.
Bagi permohonan di
bawah Perkara 16 dan 19, pemohon disyaratkan menduduki ujian Bahasa yang
dikendalikan oleh Jabatan Pendaftaran Negara. Asas-asas pertimbangan bagi
permohonan kewarganegaraan :
·
Berkelakuan baik dan
tiada rekod jenayah.
·
Menetap dalam tempoh
yang lama.
·
Mempunyai komitmen
yang tinggi dan telah berakar umbi di negara ini.
·
Memahami bahasa,
budaya dan memenuhi kehendak Negara.
·
Menyumbang kepada
masyarakat dan Negara.
·
Taat dan setia kepada
Negara.
Sebab-Sebab Permohonan Warganegara Mengambil Masa
·
Setiap permohonan akan
dikaji dengan teliti.
· Setiap permohonan akan
menjalani proses Tapisan Keselamatan oleh pihak PDRM (Polis Diraja Malaysia).
·
Untuk memastikan
setiap permohonan adalah tulen.
Kehilangan Taraf Kewarganegaraan
Setiap warganegara Malaysia boleh kehilangan taraf
kewarganegaraan disebabkan oleh dua keadaan seperti yang diperuntukkan oleh
Perlembagaan iaitu melalui cara Tolakan (Perkara 23 Perlembagaan Persekutuan)
dan Perlucutan Taraf Kewarganegaraan (Perkara 24 Perlembagaan Persekutuan).
Proses Memperoleh Semula Taraf Kewarganegaraan Bagi Mereka Yang
Telah Dilucut Atau Menolak Kewarganegaraan Malaysia
Bagi mereka yang telah dilucutkan atau menolak kewarganegaraan
Malaysia perlu mendapatkan kelulusan Kerajaan Persekutuan (Perkara 18(2)
Perlembagaan Persekutuan) sebelum boleh didaftarkan semula sebagai warganegara.
Borang permohonan boleh didapati di Kementerian Dalam Negeri.
Pemohon mestilah terlebih dahulu memegang Permit Masuk dan taraf
Pemastautin Tetap (PR) untuk layak memohon. Bagi mereka yang telah dilucutkan
atau menolak kewarganegaraan Malaysia yang masih belum memegang taraf
Pemastautin Tetap (PR) bolehlah mengemukakan permohonan taraf Pemastautin Tetap
(PR) di Jabatan Imigresen Malaysia melalui permohonan Permit Masuk.
Krisis
Identitas Kewarganegaraan dan Integrasi yang Semu
- Ditengah
krisis identitas kewarganegaraan, ternyata secara tidak langsung telah
terjadi proses integrasi kehidupan ke arah yang lebih besar. Dimana hal
tersebut mungkin saja mempengaruhi terjadinya krisis identitas
kewarganegaraan.
- Kekecewaan
terhadap pola kepemimpinan, manajemen dalam membawa negara dan
sebagainya., merupakan aspek pengaruh yang besar untuk mendorong seseorang
memilih sesuatu yang dirasakan langsung bersentuhan dengan kebutuhannya
atau setidaknya dapat memberikan dirinya jaminan yang secara kontekstual
benar-benar terjadi. Selain itu, kekecewaaan ini kemudian dipandang
sebagai awal dari dorongan seseorang atau sekelompok orang melembagakan
dirinya (integrasi) dalam kesatuan yang lebih besar bertujuan untuk
berusaha mencegah jangan terjadi lagi kegagalan yang sama seperti dialaminya
pada negara masing-masing. Secara umum disini, setiap individu atau
kelompok tertentu tidak menginginkan hal terjelek yang terjadi di
negaranya berlaku pada negara lain. Dimana sikap yang ditonjolkan adalah
“lebih baik saya yang hancur dan kehancuran yang saya alami adalah
pelajaran bagi orang lain sehingga setidaknya saya dapat memberikan
pelajaran tersebut bagi yang lain dan yang lain itu bisa lebih baik dari
saya sendiri”.
Baru-baru ini saya berdiskusi dengan beberapa
orang di sekitar tempat tinggal. Diskusi kami dimulai dari sikap atau penilaian
seputar Pemilihan Presiden Indonesia, tahun akan datang, tahun 2014. Saya
terkejut juga merasa itu masuk akal dan wajar serta sangat beralasan apabila 40
orang menilai bahwa “mereka lebih baik memilih Ketua RT atau Ketua RW, sebab
pemimpin itu bersentuhan langsung dengan mereka dan bisa memenuhi kebutuhan
mereka”
Sikap ini mengandung makna yang dalam, pertama
hal tersebut menggambarkan adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan dan
kedua hal ini tentu saja menggambarkan krisis identitas kewarganegaraan. Hal
serupa juga ternyata terjadi pada berbagai diskusi group di salah satu jejaring
sosial., tetapi berbeda konteks! Ketika benar kita mengalami krisis identitas
kewarganegaraan sebagai bangsa Indonesia yang satu dan utuh, sisi lain tanpa
disadari kita lebih merasakan sebagai bangsa yang terikat dan terintegrasi
dengan bangsa-bangsa lain misalnya menyangkut prahara di Gaza, Palestina! Saya
dan sekian banyak orang, memilih untuk setuju pada gerakan Save Palestina dan
Save for Peace Palestina - Israel. Ini satu langkah yang besar untuk menjadi
bangsa yang utuh! Disamping itu saya memahami bahwa ada beberapa hal yang dapat
dijadikan bahan luar biasa untuk memandang masyarakat juga menyangkut
perubahan-perubahan yang bersifat kontekstual :
Meski demikian benar terjadi, tetapi sayangnya
dalam praktik masih diragukan. Mengapa? Sebagai contoh, ketika Rhoma Irama
memiliki hasrat untuk menjadi Presiden Indonesia tahun 2014, hasrat tersebut
dijadikan bahan lelucon konsumsi publik. Contoh lainnya., ditengah pembentukan
totalitas kehidupan yang terintegrasi secara utuh sebagai masyarakat global.,
muncul bersamaan aksi-aksi yang dianggap bagian dari penyimpangan dan
kekeliruan terhadap totalitas itu sendiri seperti menghancurkan atau merusak
“simbol-simbol” yang dinilai identik dengan otoritas kekuataan tertentu. Seharusnya
itu tidak perlu dilakukan sebab kita sendiri yang memutuskan untuk hidup
senasib dan sebangsa! Apakah hal ini dilakukan karena dorongan rasional atau
dorongan emosional?
Saya sendiri masih perlu mengamati!
MASALAH KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA
Dalam
postingan minggu ini akan membahas sebuah masalah kependudukan di negara
tercinta ini, Indonesia. Sebelum masuk ke dalam sebuah masalah, alangkah
baiknya kita mengenal dan mengerti apa definisi dari sebuah penduduk itu.
Berdasarkan Link kompasiana, yang di maksud dengan Penduduk adalah orang atau
sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat. Adapun yang dimaksud penduduk
Indonesia adalah orang-orang yang menetap di Indonesia. Berdasarkan publikasi
dari Badan Pusat Statistik (BPS), basil census pada tahun 2000
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 202,9 juta jiwa. Dengan jumlah
penduduk yang demikian banyaknya, Indonesia menduduki urutan keempat
sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India,
dan Amerika Serikat.
Penduduk Indonesia terdiri atas beherapa suku hangsa, kebudayaan, dan memiliki
berhagai bahasa daerah. Keragaman yang ada di Indonesia tidak membuat hangsa
Indonesia terpecah belah. Keragaman ini dijadikan dasar untuk membina persatuan
dan kesatuan bangsa. Bahkan, persatuan keragaman ini dijadikan semboyan dan
dicantumkan dalam lambang negara Garuda Pancasila. Semboyan tersebut berbunyi
“Bhinneka Tunggal lka” yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi satu jua. dan
hutan musim. Flora Indonesia bagian timur banyak memiliki persamaan dengan
wilayah Australia sehingga sering dinamakan torn Australis. Sebagian besar
flora Indonesia bagian timur terdapat di Papua. jenis vegetasinya terdiri atas
hutan hujan tropis, hutan mangrove (bakau), dan hutan pegunungan.
Begitu banyaknya masalah yang ada di negara kita maka dari itu di
sini akan mengangkat sebuah topik permasalahan Kewarganegaraan Indonesia,di
mana anak yang orangtua beda negara harus memilih negara yang di kehendaki yang
sesuai dengan UU yang berlaku. Lebih jelasnya, penduduk Indonesia atau seorang
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga
negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda
Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia
terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17
tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional. (oleh wikipedia Indonesia).
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah ( dari uu kewarganegaraan 2006.html)
1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah
menjadi WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang
tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh
seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya
tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu
WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi:
1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan
belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk
dalam situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya
lima
tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan
tidak
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.
Hak dan kewajiban dalam UUD 1945
Hak dan kewajiban warganegara dalam Bab X psl 26, 27, 28, & 30 tentang
warga Negara :
Pasal 26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga Negara pada ayat 2, syarat ±syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.
Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya
didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-
undang.
Pasal 30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur
dengan UU.
Asas Ius Soli dan Ius Sangunis
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur
warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara
yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan
mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari
dua prinsip, yaitu prinsip µius soli atau prinsip µius sanguinis. (oleh Jimly
Asshiddiqie)
a
kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Seseorang
yang dilahirkan di negara A maka ia menjadi warga negara A, walaupun orang
tuanya adalah warga negara B. asas ini dianut oleh negara Inggris, Mesir,
Amerika dll
b. Ius Sanguinis (Menurut Keturunan/Pertalian Darah) yaitu; Penentuan status
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan dari negara mana seseorang
berasal Seseorang yg dilahirkan di negara A, tetapi orang tuanya warga negara
B, maka orang tersebut menjadi warga negara B. asas ini dianut oleh negara RRC
Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropa termasuk menganut prinsip
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan
di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh
karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di
negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan
sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika
Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya
berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali
penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan
dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri.
Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang
sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin
kesehatan dalam proses persalinan.
Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau
dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan
menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan
memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan
seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau
sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
5
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip µius
sanguinis yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status
orangtua yang berhubungan darah dengannya.
Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis
kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya
itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin
terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk
yang berbeda status kewarganegaraannya.
Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang
berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem
kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan
suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan
perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan
status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu
ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau
pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang
ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu
negara, terutama yang menganut prinsip µius soli¶ sebagaimana dikemukakan di
atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan,
kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan
sebaliknya.
Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui
proses
pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang
dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian
pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya
menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan,
juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi.Cara ketiga ini dapat
disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis
yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya
yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status
kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja.
Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah
hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya,
menganut prinsip µius soli¶, maka menurut ketentuan yang normal, status
kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah
pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan
sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status
kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan
juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan
melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di
Amerika Serikat yang menganut prinsi µius soli, melahirkan anak, maka menurut
hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS.
Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan
Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat
diperoleh
melalui tiga cara, yaitu:
(i) kewarganegaraan karena kelahiran atau µcitizenship by birth
(ii)kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau µcitizenship by naturalization
(iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau µcitizenship by
registration
Diaspora Dan
Kewarganegaraan Indonesia
Jumlah warga Indonesia yang tinggal dan bekerja
di luar negeri saat ini meningkat jumlahnya.Ada beberapa alasan mereka untuk
tinggal di negeri asing, misalnya saja untuk belajar, bekerja, atau alasan
lainnya. Mereka yang belajar keluar negeri pada umumnya akan kembali ke
Indonesia begitu selesai proses pendidikannya. Tulisan ini ditujukan untuk
membahas mereka yang tinggal atau bekerja di luar negeri dalam jangka waktu
lama namun tetap ingin mempertahankan kewarganegaraannya.
Pernikahan adalah salah satu alasan sebagian
kalangan untuk berpindah negara. Saat ini banyak warga negara Indonesia yang
berpindah tinggal karena menikah dengan warga negara asing, dan juga
sebaliknya. Sebagian dari mereka lalu memutuskan untuk mengganti status
kewarganegaraannya dari Indonesia ke warga negara lain, atau juga sebaliknya
melalui proses naturalisasi. Jumlah pernikahan campuran yang melibatkan warga
Indonesia ini semakin meningkat jumlahnya. Mereka yang memutuskan untuk tinggal
di luar negeri menjadi bagian dari diaspora masyarakat Indonesia di
mancanegara.
Alasan lain perpindahan antar negara ini adalah
alasan ekonomi. Pekerja Indonesia banyak bekerjadi berbagai negara untuk
mengisi kesempatan pasar tenaga kerja di luar negeri. Mereka yang tidak terlalu
mempunyai keterampilan khusus mengisi pasar kerja domestik (baca: pembantu
rumahtangga) di keluarga-keluarga negara kawasan Timur Tengah, Malaysia, atau
Singapura. Mereka ini lebih kerap disebut sebagai TKI atau TKW, sebutan yang
agak bernada merendahkan kontribusi individual mereka.
Karena rendahnya tingkat kemampuan kompetitif
yang ditawarkan oleh para pekerja kelompok ini, seringkali mereka mendapat
perlakuan yang tidak pada tempatnya. Sudah berulang kali kita mendengar kisah
pilu saudara-saudara kita di tanah rantau yang mendapat perlakukan semena-mena
dari pemberi kerjanya, mendapat perlakuan kasar, dilecehkan baik secara fisik
maupun mental. Pemerintah kitapun sering dituduh tidak mampu memberi
perlindungan dan bantuan yang memadai bagi mereka.
Di lain pihak, belakangan ini juga makin banyak kita temui pekerja
Indonesia yang bekerja dengan mengandalkan pendidikan dan keterampilan khusus
yang mereka miliki. Banyak kita bisa temui pekerja Indonesia yang bekerja di
sektor minyak dan gas di luar negeri, dari kawasan Timur Tengah,Asia Tenggara,
sampai kawasan Eropa juga. Di bidang telekomunikasi banyak kita temui para
insinyur Indonesia bekerja di berbagai perusahaan internasional mancanegara,
demikian pula di bidang perhotelan, perbankan, dan konstruksi. Jumlah pekerja
kesehatan Indonesia (umumnya perawat) yang bekerja di luar negeri juga mulai
meningkat. Di bidang akademik, mulai banyak ditemui pengajar dan peneliti
Indonesia yang bekerja di institusi-institusi pendidikan dan riset di Amerika,
Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda, dan Inggris. Di Inggris misalnya warga Indonesia yang bekerja di
Universitas-universitas negara ratu Elizabeth ini sudah puluhan jumlahnya, baik
sebagai peneliti, post-doctoral researcher, atau pengajar. Beberapa sudah
mempunyai reputasi mendunia yangmengharumkan nama dan reputasi bangsa Indonesia
di mata internasional.
Sebagaimana perpindahan manusia dengan alasan
lain, migrasi ini ada yang bersifat tetap adajuga yang bersifat sementara.
Kebanyakan kaum migran dari Indonesia sangat lekat kecintaannya pada keluarga
dan tanah kelahiran mereka, sehingga banyak yang tetap bertekad untuk kembali
ke Indonesia suatu saat nanti. Biar bagaimanapun juga, Indonesia adalah tanah
tumpah darah, tempat dimana kita dilahirkan.
Sayangnya Undang-Undang Indonesia yang umumnya
merupakan warisan dari sistem hukum Belanda sampai saat ini tidak membolehkan
warganya untuk memperoleh status kewarganegaraan ganda. Jika seseorang ingin
mendapat status kewarganegaraan negara lain, maka ia harus meninggalkan status
WNI-nya. Memang ada aturan yang membolehkan status kewarganegaraan ganda ini
namun itu hanya berlaku bagi anak dari pasangan pernikahan campuran antar WNI
dan WNA. Saat anak mencapai usia dewasa (18 tahun) maka sang anak harus
memutuskan status kewarganegaraanya sendiri.
Beberapa negara membolehkan warganya menganut
kewarganegaraan ganda. Inggris misalnya membolehkan warganya mempunyai
kewarganegaraan lainnya. Jadi bisa kita lihat warga Inggris juga mempunyai
status kewarganegaraan Australia, Canada, Amerika, dan negara-negara lain.
Lalu apa yang menjadi halangan untuk membolehkan
warga Indonesia mendapat status kewarganegaraan ganda? Jika faktor penarik
untuk mendapat status kewarganegaan asing cukup besar, godaannya adalah bagi
mereka untuk melepaskan status WNI-nya sama sekali. Ini akan merupakan kerugian
besar bagi bangsa Indonesia karena kebanyakan mereka yang mempunyai hak untuk
mendapatkan status kewarganegaraan asing adalah high skilled workers yang
keahlian, jaringan, pengalaman, dan juga kontribusi ekonomi bagi keluarga dan
sahabat di Indonesia cukup bernilai besar. Jika mereka diberi kesempatan untuk
tetap memiliki kewarganegaraan Indonesia, sedikit banyak kontribusinya pada
Indonesia masih tetap bisa terjaga.
Beberapa negara (Swiss dan Australia) malah
menganjurkan warga negaranya untuk dapat mempunyai status kewarganegaraan
negara lain, dengan pertimbangan bahwa hal ini dapat meningkatkan peluang
warganegaranya untuk berkompetisi secara internasional dan global, namun tetap
mempunyai hubungan formal dengan negara asalnya.
Memang ada kekhawatiran bahwa dengan mempunyai
status kewarganegaraan ganda bisa membuat seseorang mempunyai loyalitas ganda
juga. Jika hal ini sampai terbukti terjadi, sebenarnya mudah saja mengatasinya
dengan cara menarik salah satu status kewarganegaraannya.
Di luar itu, dari pengalaman dan pergaulan
selama ini diantara warga Indonesia yang tinggal di luarnegeri, kebanyakan dari
mereka masih mempunyai concern, nasionalisme dan loyalitas yang sangat tinggi
pada Indonesia, bahkan bila dibandingkan dengan saat mereka masih tinggal di
Indonesia.Lihat saja misalnya banyaknya organisasi yang dibentuk oleh warga
Indonesia di luar negeri, seperti ormas sosial, keagamaan, perwakilan partai
politik, dll. Disamping itu bermunculan pula organisasi kemanusiaan yang
dibentuk oleh warga Indonesia di luar negeri untuk menyalurkan sumbangan, dan bentuk
kepedulian lain pada aspek kemanusiaan di Indonesia. Semuanya menampilkan
besarnya perhatian dan empati warga Indonesia yang tinggal di luar negeri pada
apa yang terjadi di Indonesia.
Dengan memformalkan bentuk kewarganegaraan
ganda, Indonesia bisa tetap mempertahankan aset warganya di luar negeri yang
secara individu ataupun berkelompok juga mencoba mengharumkan nama bangsa di
luar negeri.
Kewarganeraan
Republik Indonesia
Dasar
Undang-undang no. 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, diundangkan tanggal 1 Agustus
2006 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63.
Siapakah Warga Negara Indonesia?
Warga Negara Indonesia (selanjutnya disingkat WNI)
adalah:
setiap orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik
Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-undang no. 12 tahun 2006 berlaku,
telah menjadi Warga Negara Indonesia;
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan
ibu WNI;
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah WNI dan ibu Warga Negara Asing ( selanjutnya disingkat WNA )
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah WNA dan ibu WNI;
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum
negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya itu seorang WNI;
anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNI;
anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNA
yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin;
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang
pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
anak yang baru lahir yang ditemukan diwilayah negara
Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia
apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik
Indonesia dari ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, tetap diakui pula sebagai Warga Negara
Indonesia bagi:
anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum
berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing;
anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan.
Kewarganegaraan juga diperoleh bagi anak sebagai berikut:
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada
dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia;
Anak WNA yang belum berusia 5 tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara
Indonesia.
Disamping status kewarganegaraan diperoleh melalui cara
di atas, dimungkinkan pula perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui
proses pewarganegaraan. WNA yang kawin secara sah dengan WNI dan telah tinggal
diwilayah negara Republik Indonesia sedikitnya 5 tahun berturut-turut atau 10
tahun tidak berturut-turut, juga dapat memperoleh Kewarganegaraan Indonesia
dengan menyampaikan pernyataan menjadi warganegara dihadapan Pejabat yang
berwenang. Perolehan kewarganegaraan melalui kedua proses ini tidak boleh
mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
Dwikewarganegaraan terbatas
Khusus bagi anak sebagaimana kriteria diatas, dalam hal
status Kewarganegaraan Indonesia bagi anak tersebut berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, maka setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Pernyataan ini
harus disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah
anak berusia 18 tahun atau sudah kawin (Pasal 60 Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007). Apabila anak tersebut tidak mengajukan pernyataan memilih
kewarganegaraan Indonesia, termasuk akibat lali, maka kewarganegaraan
Indonesia-nya menjadi gugur sejak ia berusia 21 tahun atau 3 tahun sejak
menikah. Ia diwajibkan untuk mengembalikan kepada Pemerintah RI segala
keputusan, dokumen atau surat lain yang membuktikan identitas anak sebagai WNI
dalam waktu 14 hari sejak ia kehilangan kewarganegaraan Indonesia tersebut.
(lihat Ps. 65 PP no. 2/2007)
Kehilangan
Kewarganegaraan Indonesia
WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas
permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah
kawin, bertempat tinggal di luarnegeri, dan dengan dinyatakan hilang
kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
masuk kedalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih
dahulu dari Presiden;(tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program
pendidikan dinegara lain yang mengharuskan wajib militer);
secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang
jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai peraturan
perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI;
secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji
setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan
sesuatu yang besifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
mempunyai paspor atau surat bersifat paspor dari negara
asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negaralain atas namanya; atau
bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan
dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak
menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu
berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan
pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan RI tersebut telah
memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang
bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Kehilangan kewarganegaraan
Indonesia dapat terjadi pula akibat perkawinan dikarenakan bekerjanya hukum
kewarganegaraan negara pasangannya tersebut. Bagi mereka ini, jika ingin tetap
berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan tertulis kepada
Pejabat atau Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan ganda.
Dapatkah
kembali berkewarganegaraan RI
Seseorang yang kehilangan
kewarganegaraan RI dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui proses
pewarganegaraan. Khusus bagi mereka yang kehilangan kewarganegaraan RI akibat
perkawinan atau karena tinggal lebih dari 5 tahun secara terus menerus di luar
negeri, dapat memperoleh status WNI melalui proses memperoleh kembali
kewarganegaraan tersendiri